IN DESIGN

Tod Master Plan Stasiun Kereta Api Bogor & Paledang

Pengembangan master plan dari TOD Stasiun kereta api Bogor dan Paledang ini muncul dari keinginan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengoptimalisasikan aset di sekitar stasiun Kereta Api Indonesia (KAI) dengan mengemasnya dalam konsep pembangunan kawasan berbasis transit massal (Transit Oriented Development atau TOD). Stasiun kereta api Bogor sendiri adalah awalnya salah satu dari tiga pilot projects yang mensinergikan KAI dengan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas) yang pernah dicanangkan tahun 2017, selain di Tanjung Barat dan Pondok Cina, yang keduanya terletak di Jakarta. Dalam perjalanannya, Waskita Realty menggantikan Perumnas sebagai penggagas pembangunan TOD di stasiun Bogor.

Master plan ini melibatkan konsultan URBAN+ yang dimotori oleh Sibarani Sofian dan Ardzuna Sinaga, serta sudah cukup berpengalaman dalam penerapan konsep TOD. Pengalamannya dalam menangani beberapa proyek di China, Hong Kong, dan Singapura membuat URBAN+ memiliki nilai lebih dalam memberikan beberapa masukan mengenai TOD kepada Kementerian BUMN, Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan Agraria dan Tata Ruang (ATR). Tidak heran jika konsultan ini akhirnya dilibatkan untuk memberikan tinjauan langsung ke beberapa studi kasus TOD di Hong Kong dan Tokyo pada tahun 2017.

SALAH SATU SOLUSI BOGOR
TOD ini merupakan salah satu perwujudan dalam mendukung proyek Nawa Cita dari Presiden Joko Widodo dengan menciptakan rumah susun di sekitar Stasiun KA sehingga warga kurang mampu dapat menikmati akses yang dekat dengan transportasi massal. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan menjangkau (affordability) hunian murah, mengurangi beban biaya bulanan, dan mengurangi pergerakan ke/dari stasiun yang pada akhirnya dapat mengurangi beban kemacetan.

Selain itu, Waskita Realty selaku pemilik proyek ini juga mensyaratkan bahwa TOD Stasiun Kereta Api Bogor dan Paledang ini harus berkinerja positif dari segi bisnis. Hal ini menjadi salah satu tantangan terberatnya, karena kebutuhan memberikan solusi perkotaan untuk warga tidak mampu, sekaligus membenahi kemacetan kawasan, dan meningkatkan kualitas stasiun dan fasilitas pendukungnya akan berakibat pada beban biaya kepada proyek tersebut. Untuk menerjemahkan keinginan klien ini, URBAN+ menggandeng d’associates sebagai konsultan arsitektur yang diharapkan dapat memperkuat segi perencanaan arsitektural dengan lebih mendetil, selain juga memperhatikan perencanaan yang sensitif pada bangunan cagar budaya.

TIGA KONSEP DESAIN
Sebagai sebuah proyek TOD, master plan di stasiun kereta api Bogor dan Paledang ini mempertimbangkan poin aksesibilitas, konektivitas, dan memudahkan pengguna untuk melakukan perpindahan moda transportasi (mode shift) sebagai kerangka utama pengembangan desainnya. Selain itu, URBAN+ juga mengusung beberapa konsep pendukung, seperti konsep fungsi campuran berupa hunian, ritel, perkantoran, dan stasiun yang didesain terpadu dalam satu pembangunan.

Konsep ini akan bermanfaat untuk memberikan akses bagi penghuni yang tinggal di sekitar stasiun kereta api, terutama penghuni berpenghasilan terbatas. Untuk itu, master plan TOD ini mengusulkan dibangunnya 2.889 unit hunian, di mana 30% di antaranya ditargetkan sebagai rumah susun bagi warga berpenghasilan rendah. Manfaat lain dari konsep fungsi campuran ini adalah memudahkan alih moda (shift), karena fungsinya terletak relatif dekat dengan akses yang nyaman. Manfaat terakhir adalah efisiensi lahan, karena ruang yang ada diintegrasikan secara vertikal dan potensi dibuat fasilitas bersama antara lain parkir mobil.

Konsep kedua yang diterapkan adalah park and ride, di mana TOD merupakan tempat bagi komuter parkir kendaraan pribadi (terutama motor) sehingga tidak memenuhi kota tujuan (terutama menuju Jakarta). Park and ride ini juga diharapkan menjadi sumber pemasukan yang dapat diandalkan. Dalam master plan ini diusulkan jumlah parkir mencapai 1.024 mobil dan 2,500 motor, di mana sebagian di antaranya adalah untuk park and ride.

Konsep berikutnya adalah preservasi dan konservasi. Sebenarnya, stasiun KA Bogor sudah dibangun sejak tahun 1887 dan menjadi bangunan cagar budaya (sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah 2011 pasal 72). Usulan pembangunan TOD Bogor ini diharapkan dapat mempertahankan bangunan lama dan diperbaiki kondisinya untuk menjadi museum atau resource center. Untuk itu, bangunan di sekitarnya dibuat proporsional dan mengambil interval façade dari bangunan stasiun KA lama dan diterapkan pada bangunan baru.

Perencanaan TOD ini juga melibatkan Taman Topi untuk diperbaiki desain lansekapnya dan dikembalikan fungsinya menjadi taman kota yang berorientasi sebagai ruang muka Stasiun KA Bogor dengan mengambil referensi Taman Wilhemina yang menjadi nama asli taman tersebut sebelum akhirnya diganti menjadi Taman Topi atau Taman Ade Irma Suryani. Hal lain yang juga tidak luput untuk diperhatikan dalam perencanaannya adalah view kepada Gunung Salak yang merupakan bagian dari respon untuk mempertahankan rona lingkungan untuk kawasan berserjarahnya.

TIGA TANTANGAN UTAMA
Dengan perencanaan yang matang, proyek ini juga memiliki beberapa tantangan utama. TOD diperlakukan sebagai suatu proyek, padahal TOD sesungguhnya adalah kawasan terpadu berbasis transit. Banyak yang mengira bahwa TOD layaknya obat ampuh yang akan menyelesaikan segala masalah perkotaan kendati proyeknya hanya 1 hingga 2 hektar saja. Oleh karenanya, dibutuhkan pendekatan terpadu di level kawasan, bukan level persil/proyek. Studi kawasan TOD minimal 800 sampai 1000 meter sekitar stasiun, yang artinya area perencanaannya bisa mencapai 200-300 hektar. Pada umumnya, klien hanya mau memikirkan perencanaan lahan yang hanya miliknya saja, termasuk pada masalah pembiayaan.

Tantangan terbesar kedua adalah persepsi dan definisi TOD bagi berbagai pihak (swasta atau BUMN atau pemerintah, baik daerah atau pusat atau kementerian) yang ternyata tidak sama. Sebagai contoh, bagi swasta adalah adanya bonus kepadatan atau ekstra koefisien lantai bangunan (KLB) dan untuk pemerintah adalah cara untuk mengurangi kemacetan. Padahal banyak hal lain yang tidak terlalu menguntungkan, seperti pembuatan underpass atau overpass, pedestrianisasi kawasan, penerapan BRT, penertiban pedagang kaki lima dan parkir liar, pembuatan badan pengelola TOD, dan lainnya yang tidak mau dilakukan.

Dalam TOD ini URBAN+ mengusulkan penerapan strategi implementasi, yaitu bagaimana membagi peran untuk seluruh pelaku, yaitu pengembang (Waskita Realty), operator (KAI), pemangku kota (Pemkot Bogor dan jajaran SKPD terkait, antara lain Dinas Tata Kota, Perhubungan, Satpol PP, dan lain-lain), bahkan pihak pusat (Kementerian ATR, Kementerian PUPR, dan Kementerian Perhubungan) untuk bersinergi. Dibutuhkan kerja sama dan koordinasi erat dalam mengerjakan pekerjaan yang bukan hanya terbatas pada lokasi proyek, tetapi juga kawasan sekitar. Dalam setiap proyek TOD harus ada yang mau mengambil fungsi sebagai pemrakarsa dan/atau kampiun kawasan TOD (TOD champion) untuk mengambil inisiatif dalam mengkoordinasi dan melakukan inisiatif untuk kepentingan bersama.

Tantangan terbesar ketiga adalah mencapai keseimbangan (strike a balance) antara berbagai kepentingan yang terkadang kontradiktif. Contohnya adalah kebutuhan pemerintah kota untuk memelihara nilai sejarah dan mengurangi kepadatan kawasan bersejarah melawan kebutuhan klien untuk mengembalikan investasi proyek yang memakan biaya sangat tinggi untuk bisa menjadi TOD yang sukses menjadi solusi perkotaan. Contoh lainnya adalah kebutuhan investor untuk memaksimalkan pengembalian investasinya melawan kebutuhan kementerian untuk memberikan layanan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Dua contoh pada tantangan ketiga ini perlu dipikirkan lebih jauh, karena hingga saat ini belum tercapai konsensus mengenai kepadatan yang diharapkan klien (ketinggian lebih dari 20 lantai) dan pemerintah kota Bogor yang tidak mengharapkan tinggi bangunan yang terlalu masif (tidak lebih dari 10 lantai).

Pada akhirnya, perencanaan TOD ini adalah upaya untuk mengintegrasikan berbagai elemen, baik di level kawasan dan akhirnya bermuara di tapak proyek, atau elemen fungsi campuran yang harus bersinergi (stasiun KA, hunian, komersial, parkir, dan banyak lainnya). Perlu adanya koordinasi dan integrasi secara vertikal dan horisontal, multi disiplin (arsitektural dan ruang, budaya dan sejarah, transportasi, ruang hijau, mekanikal dan elektrikal hingga sipil), dan juga multi skala (kawasan, tapak, dan internal bangunan). Sebagai proyek arsitektural, proyek TOD ini membutuhkan solusi yang dapat membungkus semua isu-isu di atas, namun tetap menjadi proyek yang baik secara visual dan estetika.

DATA PROYEK
Nama Proyek: TOD Master Plan Stasiun Kereta Api Bogor & Paledang
Lokasi: Bogor, Jawa Barat
Rencana Selesai: 2021
Area Tapak: 68.750 meter persegi
Luas Area Bangunan: Sekitar 238.300 meter persegi, terbagi atas dua lokasi:
Stasiun Bogor: 205.040 meter persegi
– Apartemen: 154.760 meter persegi (total 2.210 unit)
– Stasiun & fasilitas komersial transit: 28.000 meter persegi
– Kantor KAI: 9.430 meter persegi
Park and Ride: 12.850 meter persegi (lot parkir untuk 1.024 mobil & 2500 sepeda motor)
Stasiun Paledang: 33.260 meter persegi
– Rumah susun: 30.500 meter persegi (total 680 unit)
– Stasiun & fasilitas: 2.760 meter persegi
– Parkir: 275 sepeda motor
Jumlah Lantai: 20
Jumlah Unit: 2.889 (30% rumah susun)
Klien/Pemilik: Waskita Realty
Konsultan Arsitektur: URBAN+ (PT Studio Rancang Urban Selaras) & d’associates
Principal Architects: Sibarani Sofian, Gregorius Supie Yolodi & Vincentius Hermawan
Konsultan Mekanikal & Elektrikal: PT Mitra Cipta Pranata
Konsultan Sipil dan Struktur: PT Ketira Engineering
Tambah Konsultan Traffic: Bina Infra Antarnusa
Konsultan Lansekap: URBAN+
Foto/Gambar: URBAN+ & Waskita Realty

yasbetir1.xyz winbet-bet.com 1kickbet1.com 1xbet-ir1.xyz hattrickbet1.com 4shart.com manotobet.net hazaratir.com takbetir2.xyz 1betcart.com betforwardperir.xyz alvinbet.help/ ritzobet.org betforward.com.co betforward.help betfa.cam 2betboro.com 1xbete.org 1xbett.bet romabet.cam megapari.cam mahbet.cam وان ایکس بت بت فوروارد