Beberapa waktu lalu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menandatangani sebuah komitmen untuk mengurangi konsumsi energi, air dan emisi CO2 sebesar 30% hingga tahun 2030. Komitmen yang dikenal dengan nama Komitmen Jakarta 30:30 ini merupakan kelanjutan dari diterbitkannya Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 38 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Hijau yang pertama di Indonesia dan Asia Pasifik. Construction+ Indonesia memperoleh pemaparan dari Ir. Iparman Oesman, IAP, selaku Chief Operational Officer Green Building Council Indonesia (GBCI), seperti apa gambaran jelas mengenai komitmen ini dan bagaimana implementasinya hingga tujuan untuk menjadikan Jakarta lebih baik tersebut dapat tercapai.
Pemprov DKI Jakarta mempertegas posisinya sebagai Center of Excellence dalam hal Bangunan Gedung Hijau, sesuai dengan visi dalam Grand Design Green Building Jakarta. Menindaklanjuti Pergub DKI Jakarta No. 38 Tahun 2012 tersebut, pada tahun 2030 Jakarta menargetkan pencapaian atas 3 hal penting: 30% konservasi energi yang setara dengan penghematan 3.785 GWh, 30% konservasi air yang setara dengan 2,4 miliar liter air, dan 30% reduksi CO2 yang setara dengan pengurangan 3,37 juta ton CO2e.
CENTER OF EXCELLENCE
Hal ini menjadi sangat penting bagi Jakarta, karena Jakarta merupakan ibukota negara yang juga menjadi gerbang utama internasional Indonesia. Sebagai wajah bangsa, Jakarta justru memiliki tingkat pencemaran lingkungan yang relatif tinggi. Kota berpenduduk terbesar di Indonesia ini menghasilkan 40% emisi karbon yang didapatkan dari bangunan-bangunan yang tersebar di seluruh wilayah ibukota. Lebih penting lagi, Jakarta merupakan pusat orientasi nasional dalam upaya penyelamatan lingkungan melalui konteks yang berakar pada isu global warming.
Komitmen Jakarta 30:30 ini diharapkan akan mengantarkan Jakarta menjadi kota yang lebih sehat, seiring dengan pembenahan infrastrukturnya. Hal tersebut tidak dapat dilepaskan dari upaya ibukota sebagai Center of Excellence. Dalam Grand Design Building Jakarta, penerapan green building tahun 2030 akan diberlakukan terhadap 100% gedung baru, serta 60% gedung yang sudah berdiri (existing building).
Program besar ini tentunya harus dikerjakan bersama oleh sejumlah pihak yang berkepentingan, termasuk para pengembang dan pengusaha di bidang konstruksi. Adapun beberapa pihak lain yang terlibat dan menjadi pemangku kepentingan di sini adalah SKPD Pemprov DKI Jakarta, beberapa Kementerian, BUMN, BUMD, badan-badan swasta (seperti NGO, pengembang atau investor), serta para ahli yang peduli terhadap lingkungan.
Komitmen ini nantinya akan memberikan dampak positif bagi pengembang. Sudah bukan merupakan isu baru ketika tren internasional mengarahkan pembangunan gedung-gedung baru untuk mulai memiliki standar “healthy building” pada tahun 2020 mendatang. Hal ini merupakan tahap lanjutan dari tren sebelumnya di mana bangunan baru harus ramah terhadap lingkungan. Imbas dari program ini juga akan menular kepada tuntutan pasar terhadap produk-produk konstruksi yang sustainable.
PERAN GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA
Beberapa waktu lalu, mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sudah memerintahkan pengimplementasian program ini dengan mensertifikasi 7 tower Rusunawa di Daan Mogot menggunakan EDGE yang dilaksanakan oleh GBCI sebagai bagian dari sumbangan teknik dalam rangka transformasi green building. GBCI sendiri memiliki dua peran penting dalam forum Grand Design Green Building Jakarta. Peran pertama adalah sebagai tim perumus dengan tugas merumuskan pokok-pokok kebijakan yang terkait dengan building performance. GBCI juga merumuskan konsep-konsep penerapan parameter lingkungan dalam menyikapi segala kondisi ketidak-efisienan dan ketidak-bijaksanaan suatu proyek dalam hal penggunaan energi, penggunaan air, dan emisi yang muncul dari bangunan. Peran kedua adalah sebagai deklarator yang memberikan sumbangan berupa assessment building rating tools dalam proses Sertifikasi Bangunan Rusunawa menggunakan perangkat EDGE dan green zone (kawasan) dengan menggunakan Neighborhood (NH) Greenship Rating Tools.
Seperti perlu diketahui bahwa untuk mewujudkan sebuah bangunan hijau berdasarkan Greenship Building Categories, terdapat 6 kriteria pokok yang harus dipenuhi, yaitu Appropriate Site Development (ASD), Energy Efficiency and Conservation (EEC), Water Conservation (WaC), Material Resource and Cycle (MRC), Indoor Health and Comfort (IHC), dan Building Environment Management (BEM).
Selain Rusunawa Daan Mogot yang disertifikasi, saat ini GBCI sedang melakukan sertifikasi green building terhadap 95 bangunan baru, 12 bangunan eksisting, 3 ruang interior, dan 14 EDGE.
Perlu diketahui, GBCI sendiri adalah badan yang diberikan kewenangan untuk mendeklarasikan sebuah gedung sebagai green building. Proses itu dilakukan setelah adanya pelaksanaan assessment oleh Green Team yang terdiri dari Greenship Professional (GP). Kapabilitas para GP ini sangat layak diakui, karena mereka harus sudah memiliki sertifikat keahlian yang dikeluarkan oleh GBCI.
Sampai saat ini, sertifikasi green building masih bersifat sukarela. Proses untuk mendapatkan sertifikasi green building ini dapat dilakukan dengan cara mengajukan pernyataan minat kepada GBCI. Saat para pengembang sebagai pemilik bangunan baru atau kawasan baru datang kepada GBCI, mereka akan mengkonsultasikanmya mulai dari desain yang selanjutnya akan diberikan pengakuan desain (design recognition), diikuti dengan proses penilaian kelayakan dan tahap-tahap terkait selanjutnya.
Komitmen Jakarta 30:30 telah mengantarkan Jakarta selangkah lebih dulu dari daerah lain dalam menerapkan sebuah konsep kota yang berwawasan lingkungan. Dengan komitmen yang merupakan implementasi dari Pergub DKI No. 38 Tahun 2012 tentang Bangunan Hijau tersebut, maka sejak tahun 2016 lalu Jakarta sudah dapat menyusun Grand Design Green Building Jakarta dan mulai diiplementasikan secara terencana dan terprogram di lapangan. Muncul harapan bahwa pilot project ini dapat diikuti oleh daerah-daerah lain agar gerakan menuju kelestarian lingkungan hidup dapat merata di seluruh wilayah Indonesia.
Secara konseptual prosesnya terpapar sebagai berikut:
Ir. Iparman Oesman, IAP
Chief Operational Officer Green Buliding Council Indonesia
Iparman Oesman merupakan lulusan Sarjana Teknik Perencanaan Kota dan Wilayah. Ia memegang sertifikat Ahli Utama dari Ikatan Ahli Perencanaan (IAP-LPJK). Selain itu, ia juga memegang sertifikat Greenship Associate (GA-GBCI).