NEWS & EVENTS

#Eco_Local – Architecture Exhibition

Sembilan arsitek, yaitu Andi Pratama (ANDP Architect), Aribowo D Sukaton (ADS Studio), Erick Budhi & Budiarti Prananingrum (BE Studio), Farrizky Astrawinata & Priyanto (Moreids), Michael J Brohet (MJB Architects), Noerhadi Kritz (RDMA), dan Sigit Kusumawijaya (SIG-sigit.kusumawijaya Architect & Urban Designer), memprakarsai sebuah pameran arsitektur berjudul #Eco_
Local. Pameran ini didasari atas pemahaman bahwa bersikap lokal, tapi berpikir global merupakan kunci dalam memenangi persaingan usaha saat ini. Bersikap lokal berpeluang menghasilkan produk yang membumi dan langsung bermanfaat bagi lingkungan sekaligus potensial menjadi produk yang unggul.

Seperti yang disampaikan Prabham Wulung, penulis yang juga seorang arsitek, di tengah tekanan kebutuhan pangan dan energi di seluruh pojok dunia, setiap desainer, produser, pencipta, atau penemu harus memikirkan daya dukung lingkungan dari setiap produk atau ide dan kepekaan terhadap ekologi. Hal itu mutlak diperlukan bila ingin bumi terus berlanjut sebagai tempat hidup
bagi umat manusia.

Oleh karena itu, pada pameran #Eco_Local yang berlangsung pada 22-24 Desember 2016 di Jag’s Kitchen, Jagakarsa, sembilan arsitek tersebut hadir dengan membawa pesan unggul sekaligus sesuai konteks, tapi juga ramah lingkungan. Setiap arsitek yang berpameran memberi pendekatan yang berbeda-beda di dalam menghadapi permasalahan-permasalahan ataupun batasan-batasan serta konteks tapaknya untuk berusaha mendapatkan solusi desain arsitektur yang tepat guna.

Arsitek Ari Sukaton dalam proyek Sagala’s House menerapkan pengolahan air hujan yang digunakan kembali untuk menyirami atap rumah untuk mengurangi panas terik matahari. Sementara itu, arsitek Sigit Kusumawijaya mengenalkan konsep urban farming (pertanian di area perkotaan) di proyeknya yang terletak di Jagakarsa, Jakarta Selatan. Dengan lahan yang terbatas, berkebun dapat
dilakukan di area rooftop juga menggunakan metode verticulture ataupun vertical garden. Sama seperti Sigit, arsitek Erick Budhi dalam proyek yang bernama A9 (Eco-House) juga berupaya menambah tutupan hijau dengan membuat taman di atas atap dan di sekitar skylight atap carport.

Pendekatan yang ramah lingkungan dengan sudut pandang berbeda ditawarkan arsitek Michael J Brohet pada proyek Stilt House #2 yang mengadaptasi hunian tradisional Minahasa. Hunian dibuat dengan bukaan yang besar di empat sisi. Selain itu, massa bangunan tidak menempel pada dinding tetangga sehingga rumah ini terang dan memiliki sirkulasi udara alami yang baik. Inspirasi dari rumah tradisional juga dituangkan arsitek Noerhadi dalam karyanya. Ia mengambil ide dari Rumah Betang milik suku Dayak.

Rumah berbentuk panggung itu dapat meminimalisasi kelembapan dengan memaksimalkan ventilasi silang, tidak hanya di bagian dalam, tapi juga di bagian luar bangunan.

Dalam hal material, arsitek Farrizky dalam sebuah proyek yang berlokasi di Yogyakarta menunjukkan bahwa ekspresi material pembentuk ruang menggunakan material pasaran tanpa ‘identitas baru’, seperti bata, batako kerawang, batu kali, plester aci ekspos, kayu, baja, dan genteng tanah liat dapat mendekatkan keakraban terhadap persepsi material dan bentuk yang sudah terbentuk sekian lama di Yogyakarta.

Di lain hal, arsitek Andi Pratama berani menyandingkan unsur-unsur yang kontradiktif antara arsitektur modern dan lokal. Dalam sebuah proyek hunian di Kukusan, Depok, ia menyusun tumpukan-tumpukan kotak pada massa eksterior bangunannya serta menggunakan material kaca sehingga tampak modern. Namun demikian, unsur lokal amat kental terasa pada interior bangunan.

Selain pameran karya para arsitek, pada Kamis (22/12/2016) pukul 16.00-18.00 di tempat yang sama juga akan diselenggarakan Diskusi Karya dari arsitek Irianto PH dari Antara Design yang akan memberikan ulasan terhadap seluruh karya arsitek dan juga sesi diskusi dengan seluruh pengunjung acara tersebut.