Untuk mengoptimalkan pengendalian banjir di Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan yang selama ini hanya mengandalkan Bendungan Bili-Bili dengan kapasitas 375 juta meter kubik (m3) yang sudah selesai dibangun pada tahun 1997, maka Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah memulai pembangunan Bendungan Jeneleta di Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan. Pada dasarnya, pembangunan bendungan dan embung sebagai tampungan air di berbagai wilayah Indonesia merupakan salah satu upaya nyata untuk mengatasi ancaman perubahan iklim (climate change), terutama menghadapi cuaca ekstrim.
Untuk menghadapi ancaman perubahan iklim (climate change), Pemerintah Indonesia harus memperbanyak tampungan air (reservoir), baik itu embung dan bendungan. “Kita utamakan bendungan agar di saat kemarau masih ada cadangan air yang cukup besar. Dan di musim hujan, mampu menjadi tampungan yang efektif menahan debit banjir,” jelas Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.
Bendungan terbesar di Sulsel, yakni Bendungan Bili-Bili, sudah tidak memadai untuk menampung air sebagai pengendalian banjir ketika curah hujan besar. Hal ini terjadi pada 2019 lalu, di mana dampak banjir sangat terasa di Kota Makassar. Oleh karena itu, Bendungan Jenelata juga akan dimanfaatkan untuk menahan luapan air Sungai Jenelata yang berhilir ke Sungai Jeneberang sehingga dapat membantu Bendungan Bili-Bili yang juga membendung hulu Sungai Jeneberang.
“Kita berharap dengan fungsi dari Bendungan Jenelata akan lebih optimal untuk mereduksi banjir di Kota Makassar, serta membantu saat kekeringan sehingga dengan adanya tampungan air ini akan memberikan taman air ketika terjadi El Nino. Jadi, pada musim hujan kita cegah banjir, pada musim kemarau kita manfaatkan airnya untuk pertanian, suplai air baku, dan untuk kebutuhan masyarakat,” tutur Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang (BBWSPJ) Suryadarma Hasyim.
Selain sebagai pengendali banjir, Bendungan Jenelata juga berfungsi sebagai sumber air irigasi bagi lahan pertanian seluas 26.773 ha, yakni di Daerah Irigasi (D.I.) Bili-bili 2.400 Ha, D.I. Bissua 13.916 Ha, dan D.I. Kampili 10.457 ha. Bendungan Jelenata juga berfungsi sebagai sumber penyediaan air baku berkapasitas 6,05 m3/dt untuk Bili-Bili, Jenelata, kebutuhan air pabrik gula dan lahan tebu di Takalar, dan Intake Sungguminasa.
Pengerjaan konstruksinya dilakukan oleh PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) bersama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, dengan KSO CAMC Engineering Co., Ltd dari China bernilai kontrak pembangunan sebesar Rp4,1 triliun. Pendanannya bersumber dari dana pinjaman (loan) Pemerintah China dan dana APBN.
Bendungan Jenelata dengan tampungan berkapasitas 223,6 juta m3 juga mempunyai potensi pembangkit listrik tenaga hidro sebesar 7 MW, serta pariwisata air dan kuliner. Konstruksinya telah dilaksanakan sejak Oktober 2023 dan direncanakan rampung pada 2028 mendatang dengan progres pekerjaan saat ini meliputi galian tubuh bendungan (main dam) dan area pelimpah (spillway). — Construction+ Online