STUDENT FEATURE

Mandalika Mangrove Point

Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan memiliki dua pertiga wilayah lautan dengan garis pantai terpanjang di dunia. Meskipun demikian, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum menyadari kekayaan pesisir. Sebagai solusi untuk isu itu, lahirlah ide Mandalika Mangrove Point. Proyek yang menjadi juara kedua dalam ajang Nippon Paint Young Designer Award 2015 ini merupakan desain sebuah kawasan percontohan yang akan menjadi model ekosistem pesisir laut yang baik.

DESAIN
Dengan mengambil gaya pasca-modernisme, desain kawasan ini terinspirasi dari budaya suku Sasak. Dalam hal ini, bahasa sastra dalam cerita rakyat Putri Mandalika diterjemahkan ke dalam sebuah bahasa desain. Hal itulah yang kemudian mendasari desain pada kawasan mangrove ini, semisal penerapan kecantikan sang putri pada galeri dan teater. Kesan simpel dan santai tampak pada pemilihan warna monokromatis abu-abu dan cokelat dengan kombinasi warna cokelat tua. Sejalan dengan penerapan gaya pasca-modernisme, material fiber-reinforced polymer concrete digunakan panel dan roof grass panel. Material lain yang digunakan dalam rancangan ini, yaitu limbah buangan sawit dalam bentuk pavement sawit dan tepung kayu yang dimanfaatkan untuk interior.

Selain itu, sebagai ruang yang memberi manfaat bukan hanya bagi manusia, melainkan juga tanaman dan hewan, kawasan ini menggunakan pendekatan ramah lingkungan dalam sistem prasarana yang berbasis daya listrik mekanis. Turbin kincir angin akan digunakan untuk menghasilkan listrik bagi kawasan ini. Konsep tersebut sangatlah cocok diterapkan di kawasan pesisir Indonesia mengingat berlimpahnya sumber daya angin. Demikian pula dengan pemenuhan kebutuhan air yang akan memanfaatkan potensi air laut dengan terlebih dahulu melalui proses desalinasi.

ASPEK SOSIAL-EKONOMI
Sebagai sebuah kawasan yang ditujukan sebagai area edukasi dan ekowisata, Mandalika Mangrove Point menyediakan ruang publik sekaligus habitat bagi tanaman, serangga, dan hewan lainnya yang saat ini makin terancam akibat pembangunan yang tidak terkendali.

Sarana edukasi dan ekowisata diwujudkan dalam bentuk pusat rekreasi keluarga, olahraga, komunitas, serta area pengembangan mangrove, koral, dan kehidupan laut. Keberadaan ruang edukasi mengenai kehidupan pesisir dalam bentuk ekowisata diharapkan dapat membangun kesadaran masyarakat sehingga akan terbentuk sebuah komunitas pesisir yang lebih baik dan berkelanjutan. Di lain hal, area pengembangan mangrove, koral, dan kehidupan laut, selain menjadi sarana pembelajaran, dapat menjalankan fungsi konservasi dan rehabilitasi bagi habitat pesisir yang mulai rusak.

Meskipun demikian, untuk mewujudkan sebuah desain yang dapat mengedukasi masyarakatnya, bujet yang dibutuhkan juga tidak sedikit. Oleh karena itu, untuk mendapat keuntungan ekonomi dari kawasan ini, beberapa ruang publik yang tersedia dapat dialihfungsikan menjadi ruang ekonomi. Pemerintah sebaiknya mengelola area yang bernilai ekonomi tersebut, yaitu galeri teater Mandalika yang merupakan bangunan utama dalam kawasan ini dan area ritel terapung. Terletak di daerah laguna, area ritel terapung dapat disewakan secara unit dengan setiap unit dapat diisi kuliner khas Lombok dan Nusantara, penjualan suvenir, juga butik.

Desain kawasan yang dapat mengedukasi sekaligus memberi manfaat ekonomi bagi lingkungan sekitar ini diharapkan akan menciptakan kesadaran dan memberi pengetahuan mengenai kehidupan pesisir.

DATA PROYEK
Nama mahasiswa: Alvath Tembria
Universitas: Brawijaya
Studio master: Ir Chairil B MSA
Dosen pembimbing: Ir Ali Sukirno
Nama proyek: Mandalika Mangrove Point
Lokasi: Mandalika Resort Area, Kuta, Lombok, Nusa Tenggara Barat
Area pembangunan: 309.514 m2
Luas bangunan: 3.970 m2
Foto/gambar: Alvath Tembria