NEWS & EVENTS

Kesiapan Penyedia Barang Dan Jasa Dalam Menghadapi Fta

Persaingan global pada sektor jasa konstruksi mendorong para pengusaha di bidang pengadaan barang dan jasa pemerintah di Indonesia harus mampu bersaing secara kompetitif pada masa Free Trade Agreement (FTA). Pada tanggal 6 Agustus 2018, telah diadakan sebuah diskusi panel di Gedung Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP) dengan tajuk “Strategi Pemerintah Bersama Penyedia Barang/Jasa dalam Menghadapi Free Trade Agreement on Government Procurement di Sektor Konstruksi”.

Pada kesempatan tersebut hadir Kepala LKPP Agus Prabowo, Plt. Sekretaris Utama LKPP Sarah Sadiqa, Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin, dan sejumlah praktisi dari perwakilan asosiasi pengusaha jasa konstruksi, seperti Ketua Komite Kerja sama Luar Negeri LPJKN (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional) Sjahrial Ong, Ketua Umum IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) Nasional Ahmad Djuhara, Wakil Ketua Umum PII (Persatuan Insinyur Indonesia) Heru Dewanto, perwakilan dari INKINDO (Ikatan Nasional Konsultan Indonesia), dan perwakilan dari GAPENSI (Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia).

Syarif Burhanuddin memaparkan bahwa ada sejumlah tantangan dalam menghadapi FTA yang harus dihadapi oleh Indonesia, di antaranya adalah kondisi regulasi dan kesiapan sumber daya, konsep kemitraan yang belum dilaksanakan secara luas, dan jumlah kontraktor spesialis yang masih sangat sedikit. Menurut data BPS, jumlah kontraktor di Indonesia hanya 4,7% atau sekitar 5.925 dari 126 ribu badan usaha yang terdaftar. Sementara jumlah kontraktor di Jepang, Inggris, dan Amerika angkanya mencapai 59-72%, sementara di Cina jumlah kontraktor mencapai angka 48%.

Kontraktor Indonesia harus dipersiapkan bersaing dengan negara-negara di luar Indonesia, dan saat ini sudah banyak BUMN yang melakukan hal tersebut. Akan tetapi, daya saing kontraktor masih sangat rendah dan itu menjadi sebuah tantangan. Sektor tenaga ahli juga masih menjadi kendala, karena sebagian besar badan usaha belum memiliki tenaga ahli tetap yang kompeten akibat kurangnya pembinaan. Semakin banyak tenaga ahli yang bersertifikat dapat menunjang proses lelang dan juga pekerjaan.

Rantai pemasok dan spesialisasi harus didorong agar penyedia barang dan jasa dalam negeri lebih mampu bersaing dengan penyedia dari luar negeri. Saat ini, hanya beberapa penyedia barang dan jasa saja yang mampu menembus pasar internasional, selebihnya hanya bermain di daerah masing-masing. Formula yang tepat adalah mendorong pengembangan usaha rantai pemasok, meningkatkan daya saing, dan melaksanakan konsep kemitraan secara luas, terutama melalui kerja sama BUMN dan non-BUMN.

Sementara itu, Ahmad Djuhara memandang akses pasar bebas dapat memberikan sejumlah manfaat. Dengan membuka akses pasar keluar, maka pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah dapat mengikuti standar internasional yang bersih dan bebas korupsi. Iklim kompetisi pun akan terbangun, karena akan terbiasa bersaing secara adil. Para stakeholder akan mendapatkan banyak pembelajaran dengan dibukanya pasar domestik melalui FTA. Para pelaku PBJP domestik harus memahami bagaimana menjalankan cara dan standar PBJP internasional sehingga terbiasa dengan rule of the game di pasar internasional sehingga para pelaku dapat lebih jeli dalam menghadapi persaingan. Hal senada diungkapkan Zulkifli selaku wakil dari INKINDO. FTA akan memberikan peluang untuk ikut berkompetisi secara internasional dan akan mendorong terbukanya kesempatan untuk menambah pengalaman di negara lain.

Menurut Agus Prabowo, FTA merupakan era terbuka yang tidak bisa dihindari. Market access akan terbuka cepat atau lambat. Kontraktor asing dari beberapa negara akan diperbolehkan ikut tender, begitu juga sebaliknya, kontraktor Indonesia dipersilakan mengikuti tender di negara lain. Setiap perusahaan asing yang ikut tender pasti akan bekerjasama dengan perusahaan lokal. Hal tersebut menjawab kekhawatiran para kontraktor dalam negeri.