STUDENT FEATURE

Experiential Landscape In Mangrove Forest

Plt. Sumarsono dalam kompas.com (9/11/2016) mengatakan bahwa Kepulauan Seribu memiliki potensi sebagai obyek wisata bertaraf nasional dan internasional, Namun sayangnya, pengembangan potensi wisatanya belum maksimal. Padahal dengan adanya pengembangan potensi wisata pulau, maka perekonomian serta kesejahteraan warga kepulauan itu sendiri akan dapat meningkat.

Jika dilihat dari potensi tersebut, Pulau Lancang Besar memiliki lima potensi yang dapat dikembangkan, yaitu wisata alam, wisata memancing, wisata hasil laut, wisata budidaya ikan, dan wisata buatan seperti tempat pemancingan. Dari kelima potensi tersebut, yang paling memiliki keunggulan adalah wisata alam hutan mangrove. Konsep desain yang akan saya gunakan dalam pengembangan wisata alam mangrove di Pulau Lancang Besar ini adalah konsep experiential landscape.

KONSEP DAN DESAIN
Experiential landscape sendiri memiliki empat konsep dasar, yaitu Center, Direction, Transition, dan Area, yang mana pada setiap konsep dasarnya memiliki beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Pertama, Center memiliki aspek social imageability, social interaction, dan restorative benefit. Kedua, Direction memiliki aspek kinetic dan sensory. Ketiga, Transition terdiri dari threshold, corridor, dan ephemeral. Sedangkan yang terakhir adalah Area dengan thematic dan degree of privacy. Penerapan konsep-konsep desain pada kawasan tersebut terpapar lebih mendalam di bawah ini.

Center merupakan sebuah lokasi signifikan yang memiliki suatu ciri khas yang tidak dimiliki oleh area lain. Hal tersebut terefleksi pada aspek social imageability yang berfungsi sebagai center of interest pada kawasan wisata alam mangrove. Dalam desain ini letaknya berada di tengah area wisata sehingga pengguna nantinya dapat menelusuri dan mengeksplorasi kawasan wisata untuk mencapai fasilitas wisata yang diberikan. Fasilitas wisata itu sendiri juga dapat dijadikan sebagai tempat interaksi sosial antar pengunjung (social interaction) dan tempat beristirahat (restorative benefit).

Direction adalah sebuah arah yang memiliki pengalaman berkarakter dan berkelanjutan di dalamnya, di mana untuk aspek kinetic lebih diarahkan kepada pergerakan manusia, sedangkan sensory lebih diarahkan pada penggunaan panca indra manusia. Untuk menghindari eksploitasi berlebihan, maka sirkulasi pada wisata alam ini disesuaikan dengan kondisi tapak yang ada dengan rute yang jelas dan memiliki view yang dapat memberikan kesan pengalaman ruang yang berbeda.

Transition merupakan daerah yang dapat memberikan perbedaan atmosfer ruang. Hal ini dapat terbagi menjadi berbagai jenis transisi berupa perbedaan level, perbedaan view, koridor ataupun perbedaan lingkungan, seperti dari area kering ke basah. Penerapan ketiga aspek tersebut diletakkan tersebar pada wisata alam mangrove.

Dari sisi Area, kawasan wisata alam mangrove ini juga harus memiliki kesamaan sebagai suatu ciri khas, di mana pada penerapan desain fasilitasnya akan menggunakan material yang sama, yaitu kayu guna memberikan kesan alami dan membaur dengan alam. Diperlukan pembagian area seperti private, semi private, dan public. Pembagian area tersebut berfungsi sebagai acuan peletakkan fasilitas wisata sesuai dengan areanya.

DATA PROYEK
Nama Proyek: Experiential Landscape in Mangrove Forest
Lokasi: Pulau Lancang Besar, Kepulauan Seribu
Nama Mahasiswa: Anastasia Sheila K.
Universitas: Bina Nusantara
Mentor: Yosica Mariana