STUDENT FEATURE

Dari Kadiri Menuju Kediri

Pada akhir September 2016, telah diresmikan city branding kota Kediri, yaitu “Harmoni Kediri” yang mencerminkan kepribadian kota Kediri yang nyaman, damai, namun dinamis dan luwes dalam menerima perubahan. Kawasan Sekartaji Kota Kediri sangat potensial untuk dikembangkan menjadi aset wisata dan pendidikan kota dengan tetap melestarikan potensi lokal yang ada.

Kawasan Sekartaji ini merupakan salah satu kawasan yang merefleksikan kawasan heritage, karena sangat kental akan peninggalan bangunan kolonial Belanda, di mana hingga saat ini banyak dimanfaatkan untuk bangunan sekolah maupun gedung kantor pemerintahan. Sementara jika dilihat dari dari aspek historisnya, kawasan Sekartaji merupakan kawasan sumber mata air (patirtan).

Di dekat Bundaran terdapat Monumen Kediri Syu yang berdiri tegak dan gagah, termasuk salah satu situs budaya kota Kediri. Monumen Kediri Syu ini dibuat untuk mengenang keberadaan dan jasa-jasa pasukan Pembela Tanah Air (PETA) yang berada di wilayah Karesidenan Kediri, baik di zaman Jepang, dan terutama pada saat revolusi fisik masih berlangsung. Syu merupakan bentuk pemerintahan tertinggi di Jawa yang setingkat dengan karesidenan yang digunakan semasa pendudukan bala tentara Jepang di Indonesia, serta selama berlangsungnya Perang Pasifik.

Berdekatan dengan situs itu, juga terdapat sebuah gereja tua terkenal dengan sebutan “Gereja Merah” (Gereja Protestan Barat) Kediri, sebuah benda cagar budaya Kediri yang merupakan peninggalan kolonial. Bentuknya juga eksotis dengan bernuansa gothic bercat merah tua yang tentunya menambah keeksotisan Taman dan Bundaran Sekartaji. Di sepanjang kawasan ini juga banyak terdapat sekolah dan perguruan tinggi yang sangat vital untuk menjadikan citra kawasan ini sebagai kawasan pendidikan.

Melihat besarnya potensi lokal pada Taman dan Bundaran Sekartaji ini, maka diciptakanlah landmark kawasan perkotaan yang mencerminkan karakter kawasan pendidikan dan pariwisata kota Kediri yang berbudaya dan bersinergi dengan city branding kota, yakni “Harmoni Kediri”.

LATAR BELAKANG KONSEP
Bermula dari Ielakon “Kethek Ogleng”, dikisahkan Dewi Sekartaji dan Panji Asmoro Bangun dijodohkan demi kemakmuran dua kerajaan. Singkat cerita Dewi Sekartaji melarikan diri ke hutan dan menyamar sebagai Endang Rara Tompe. Demi mencari kekasihnya, Panji Asmoro Bangun melakukan pencarian di hutan dan singgah di rumah seorang pendeta. Dari wejangan pendeta itu, Panji Asmoro Bangun menyamar sebagai Kethek Ogleng. Dipertemukan di tengah hutan masih dalam wujud penyamaran, Endang Rara Tompe dan Kethek Ogleng menjalin pertemanan hingga sangat dekat dan saling mengakui jati diri masing-masing.

Meninjau lebih dalam lagi, dua kerajaan yang dimaksud tersebut adalah Daha dan Jenggala di mana dahulunya merupakan sebuah kerajaan besar bernama Medang. Kerajaan ini dipisahkan oleh sungai besar (Brantas). Perpecahan ini bermula dari kejadian perebutan tahta raja oleh putra selir yang berujung pertikaian. Empu Bradha yang kala itu memberikan saran untuk membagi Kerajaan Medang menjadi dua dan mendapatkan izin langsung dari Prabu Airlangga.

Dengan segera Empu Bradha terbang ke angkasa dengan membawa Tirta Amarta yang kemudian dituangkannya ke bumi Medang. Dengan segera tumpahan air tersebut mengucur deras dan menjadi sungai yang luas yang dikenal sebagai cikal bakal Sungai Brantas.

DATA PROYEK
Nama Proyek: Dari Kadiri Menuju Kediri
Lokasi: Bundaran Sekartaji Kota Kediri
Nama Mahasiswa: Inas Shalihah (Arsitektur 2014), Riesti Ridha TF (Arsitektur 2014), Dimas Bagus R. (Arsitektur 2015) & Guruh Putra (Teknik Sipil 2015)
Universitas: Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur